Skip to main content

Antara gembira dan sedih?


Ramadhan sebentar lagi meninggalkan kita semua. Di akhir Ramadhan Allah menjanjikan pahala yang berlipat dan diajauhkan dari api neraka. Tidak ketinggalan pula perintah Allah untuk memperbanyak ibadah, salah satu di antaranya i’tikaf.

Mungkin saja sebagian banyak orang menyambut gembira datangnya lebaran. Yang dari kota sibuk mempersiapkan mudik. Dan di kampung tidak kalah sibuknya menyambut saudaranya dari kota.

Para pemudik biasanya ada perasaan pamer (riya) saat berada di kampung. Mereka merasa sukses berada di kota. Plat mobil luar kota berjejer di sepanjang kampung.

Tetangga yang kurang mampu hanya berbisik-bisik dan tidak bisa menikmati kesuksesan yang didapat para pemudik. Pujian setinggi langit dari tetangga membuat baju sesak yang dikenakan para pemudik.

Kegembiraan yang mereka pancarkan sudah mencerminkan ibadah yang didapat? Wa’allahu’alam. Berapa juz yang dikhatamkan? Apakah hanya menghabiskan juz buah saat berbuka atau sahur saja.

Di akhir Ramadhan Allah memberikan obral pahala. Begitu juga para pedagang mengobral dagangannya untuk menarik konsumen.

Dua obral ini akan berbeda. Jika orang tersentuh akan kemurahan Allah dan hatinya terbuka, bermunajat dan i’tikaf dijalankannya. Sedangkan seseorang yang hatinya masih belum terbuka dan memikirkan duniawi, jalan yang ditempuh i’tikaf di pasar atau mall.

Sekarang ini tarawih di masjid mulai sepi dan pasar atau mall mulai ramai. Mereka berfikir lebaran itu diidentikan baju baru dan serba baru. Kita melihat di media yang memberitakan pegadaian begitu ramai menjelang lebaran.

Saking semangatnya berlebaran, hutang pun dijalankan, hanya untuk membeli baju baru, kue atau masakan opor ayam.

Salahkan orang menarik keuntungan duniawi dengan halal? Dalam agama tidak ada larangan. Tidak salah juga para pedagang mengatakan larisnya dagangan sebagai berkah Ramadhan.

Tetapi jangan dilupakan juga bulan yang hanya satu kali dalam satu tahun yaitu Ramadhan terdapat Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan. Mungkin saja banyak orang yang menangis meninggalkan Ramdhan melihat keutamaan bulan ini.

Pertanyaannya. Apakah kita termasuk orang gembira atau sedih saat meninggalkan Ramadhan? Hanya diri kita yang bisa menjawabnya.
sumber:http://lomba.kompasiana.com

Comments

TULISAN PALING POPULER