Skip to main content

Perbuatan Baik

A. Definisi perbuatan baik

Secara bahasa, al-birr berarti kebaikan. Bahkan sebagian ulama mendefinisikan “al-birr” ini dengan sebuah nama/istilah yang mencakup segala macam bentuk kebaikan. Sehingga tidaklah ada satu bentuk kebaikan pun, melainkan dicakup oleh kata al-birr ini. Meskipun demikian, terdapat juga ulama yang secara khusus memberikan makna yang dimaksud dari kata al-birr ini, diantara maknanya adalah hubungan baik, ketaatan, dan kelembutan.

1. Hadits-hadits yang berbicara tentang arti dari perbuatan baik

Al-birr yang mengandung makna begitu luas sebagaimana dijelaskan di atas, diberi penekanan oleh Rasulullah saw., bahwa yang dimaksud dengan al-birr adalah husnul khuluq atau akhlak yang baik.

Dari An-Nawwas bin Sim'an r.a, dari Nabi SAW yang bersabda : " Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik. Dan dosa pula adalah apa yang tersimpul di dalam diri engkau dan engkau benci bahawa ia diketahui manusia mengenainya. (HR. Muslim)


Dari Abi Wabishah bin Ma'bad r.a : " Bahawa aku datang kepada Rasulullah SAW lalu banginda bertanya : ' Engkau datang bertanyakan erti kebajikan ? ' Aku menjawab : ' Ya '. Sabda Rasulullah SAW lagi : ' Tanyalah hati engkau. ' Kebajikan itu ialah apa yang mententeramkan diri engkau kepadanya serta mententeramkan hati. Manakala dosa pula ialah apa yang mengganggu jiwa dan meragui dalam dada, walaupun orang ramai telah memberikan engkau fatwa dan terus menfatwakan sesuatu.' "

Untuk lebih mendefinisikan perbuatan baik, maka alangkah lebih baiknya kita melihat dan merenungkan terlebih dahulu Hadits berikut ini :

Dari Wabishah bin Ma’bad ra berkata, ‘Aku datang kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk ertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa yang karenanya jiwa dan hati menjadi tentram. Dan dosa adalah apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.” (HR. Ahmad dan Darimi).

Sanad Hadits Ini :

Hadits di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab Al-Bir Wa Al-Sillah Wa Al-Adab, Bab Tafsir Al-Bir Wa Al-Itsm, hadits no 2553).

Takhrij Hadits Ini :

Hadits ini (sebagaimana teks hadits di atas, riwayat Imam Muslim) melalui jalur sahabat An-Nawas bin Sam’an, diriwayatkan oleh:

• Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Bir Wa Al-Sillah Wa Al-Adab, Bab Tafsir Al-Bir Wa Al-Itsm, hadits no 2553.

• Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab al-Zuhud ‘An Rasulillah Sallallahu Alaihi Wasallam, Bab Ma Ja’a Fi Al-Bir Wa Al-Itsm, Hadits no 2389.

• Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, Musnad Al-Syamiyin, Hadits Annawas bin Sam’an Al-Kilabi Al-Anshari, hadits no 17179, 17180 & 17181.

• Imam Al-Darimi dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Fi Al-Bir Wa Al-Itsm, hadits no. 2789.

2. Gambaran Umum Tentang Hadits

Secara umum hadits menggambarkan mengenai kebaikan dan dosa. Yaitu bahwa yang dimaksud dengan ‘kebaikan’ adalah akhlak yang baik sedangkan yang dimaksud dengan dosa adalah sesuatu yang ‘diragukan’ oleh diri kita sendiri, serta kita tidak menginginkan jika orang lain melihat kita melakukan hal tersebut. Hadits ini sekaligus menghilangkan ‘kebingungan atau kesamaran’ antara ‘sesuatu’ yang baik dan sesuatu yang buruk, terutama jika kesamaran tersebut terdapat dalam diri pelaku sendiri.

Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengemukakan bahwa hadits ini termasuk hadits yang singkat dan padat, bahkan merupakan hadits yang paling padat, karena kebaikan itu mencakup semua perbuatan yang baik dan sifat yang ma’ruf. Sedangkan dosa mencakup semua perbuatan yang buruk dan jelek; baik kecil maupun besar. Oleh sebab itu Rasulullah saw. memasangkan di antara keduanya sebagai dua hal yang berlawanan.


B. Diantara jenis-jenis perbuatan baik

Imam Hasan Al-Bashri berkata: "Akhlak yang baik diantaranya: menghormati, membantu dan menolong." Ibnul Mubarak berkata: "Akhlak yang baik adalah: "berwajah cerah, melakukan yang ma’ruf dan menahan kejelekan (gangguan)." Imam Ahmad bin Hambal berkata: "Akhlak yang baik adalah jangan marah dan dengki."

Al-Imam Muhammad bin Nashr mengatakan:

"Sebagian ulama berkata: Akhlak yang baik adalah menahan marah karena Allah, menampakkan wajah yang cerah berseri kecuali kepada ahlul bid’ah dan orang-orang yang banyak berdosa, memaafkan orang yang salah kecuali dengan maksud untuk memberi pelajaran, melaksanakan hukuman (sesuai syari’at Islam) dan melindungi setiap muslim dan orang kafir yang terikat janji dengan orang Islam kecuali untuk mengingkari kemungkaran, mencegah kedzaliman terhadap orang yang lemah tanpa melampaui batas."[1]

Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat-ayat yang menggunakan kata atau akar kata al-birr ini. Sejauh pengamatan penulis, setidaknya terdapat delapan kata al-birr yang disebutkan dalam al-Qur’an, yang berbentuk mashdar. Sedangkan jika ditelusuri dari akar katanya, setidaknya akan kita temukan delapan belas kali kata ini disebutkan dalam Al-Qur’an. Dan dari delapan belas kata al-birr dalam Al-Qur’an ini, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Kebaikan dalam arti Umum

Seperti firman Allah swt. (Al-Maidah: 2), “… Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian bertolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan …”

Oleh karenanya, Allah swt. melarang kita untuk memerintahkan orang lain mengerjakan kebaikan, sementara kita sendiri tidak melaksanakannya: “Mengapa kalian memerintahkan orang lain untuk mengerjakan kebaikan, sedangkan kamu melupkan dirimu sendiri, padahal kalian membaca al-kitab (Taurat), maka tidakkah kamu berfikir?” (Al-Baqarah: 44)


2. Kebaikan dalam arti Birrul Walidain

Kebaikan seperti ini adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam QS. Maryam: 14, “Dan berbakti kepada kedua orangtuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.”

3. Kebaikan dalam berinfak.

Sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an (Ali Imran: 92), “Kamu sekali-kali tidak akan sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan sesungguhnya Allah mengetahuinya.”


4. Kebaikan dalam bentuk sifat manusia yang baik.

Seperti yang Allah swt. firmankan (Ali Imran: 193), “Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang berbakti.”

5. Keluasan cakupan bentuk kebaikan

Yaitu sebagaimana yang Allah swt. jelaskan dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah: 177)

Selain itu, kita pun dapat melihat bagaimana para sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam berakhlak, adapun akhlak Salafush Shalih Radhiyallahu ‘anhum, yaitu:

a. Ikhlas dalam ilmu dan amal serta takut dari riya’.

b. Jujur dalam segala hal dan menjauhkan dari sifat dusta.

c. Bersungguh-sungguh dalam menunaikan amanah dan tidak khianat.

d. Menjunjung tinggi hak-hak Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

e. Berusaha meninggalkan segala bentuk kemunafikan.

f. Lembut hatinya, banyak mengingat mati dan akhirat serta takut terhadap akhir

kehidupan yang jelek (su’ul khatimah).

g. Banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, dan tidak berbicara yang sia-sia.

h. Tawadhdhu’ (rendah hati) dan tidak sombong.

i. Banyak bertaubat, beristighfar (mohon ampun) kepada Allah, baik siang maupun malam.

j. Bersungguh-sungguh dalam bertaqwa dan tidak mengaku-ngaku sebagai orang yang bertaqwa, serta senantiasa takut kepada Allah.

k. Sibuk dengan aib diri sendiri dan tidak sibuk dengan aib orang lain serta selalu menutupi aib orang lain.

l. Senantiasa menjaga lisan mereka, tidak suka ghibah (tidak menggunjing sesama Muslim).

m. Pemalu.

Malu adalah akhlak Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu.”

Begitu juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata.”

n. Banyak memaafkan dan sabar kepada orang yang menyakitinya.

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” [Al-A’raaf: 199]

o. Banyak bershadaqah, dermawan, menolong orang-orang yang susah, tidak bakhil/tidak pelit.

p. Mendamaikan orang yang mempunyai sengketa.

q. Tidak hasad (dengki, iri), tidak berburuk sangka sesama Mukmin.

r. Berani dalam mengatakan kebenaran dan menyukainya.

Itulah di antara akhlak Salafush Shalih, mereka adalah orang-orang yang mempunyai akhlak yang tinggi dan mulia serta dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang yang mengikuti jejak mereka adalah orang-orang yang harus mempunyai akhlak yang mulia karena akhlak mempunyai hubungan yang erat dengan ‘aqidah dan manhaj.


C. Cara Memperbaiki Akhlak Seseorang

Akhlak seorang hamba itu bisa baik bila mengikuti jalannya (sunnahnya) Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebab beliaulah orang yang terbaik akhlaknya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): "Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al-Qalam: 4). Allah Ta’ala juga menegaskan (yang artinya): "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yakni) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (datangnya) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzab: 21)

Maka sudah selayaknya bagi setiap muslim mempelajari riwayat hidupnya dari setiap sisi kehidupan beliau (secara menyeluruh), yakni bagaimana beliau beradab di hadapan Rabbnya, kelurganya, sahabatnya dan terhadap orang-orang non muslim.

Salah satu cara untuk mempelajari itu semua adalah sering duduk (bergaul) dengan orang-orang yang bertakwa. Sebab seseorang itu akan terpengaruh dengan teman duduknya. Nabi bersabda (yang artinya): "Seseorang itu dilihat dari agama teman dekatnya. Karena itu lihatlah siapa teman dekatnya."(HR Tirmidzi)

Kemudian wajib juga bagi setiap muslim untuk menjauhi orang yang jelek akhlaknya. Mudah-mudahan dengan begitu kita termasuk hamba-hamba Allah yang menghiasi diri kita dengan akhlak yang baik.

Wallahu waliyyut taufiq.

D. Jalan/Pintu menuju kebaikan

Dari Muaz bin Jabal r.a, berkata : " Khabarkan kepadaku suatu amalan yang membolehkan aku masuk ke dalam syurga dan menjauhkan aku dari neraka. "


Jawab Nabi SAW : " Sebenarnya engkau telah bertanya suatu pekara yang besar, dan sesungguhnya amat mudah sekali bagi sesiapa yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala, iaitu : Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan suatu yang lain. Engkau mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, berpuasa sebulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah. "


Kemudian Nabi bersabda lagi : " Mahukah engkau aku khabarkan pokok amalan, tiangnya dan kemuncaknya? " Aku menjawab : " Mahu, ya Rasulullah . " Sabda baginda : " Pokok amalan ialah Islam, tiangnya ialah sembahyang dan kemuncaknya ialah jihad. "

Kemudian Nabi bersabda lagi : " Mahukah engkau aku khabarkan kunci kepada semua pekara ini ? " Aku menjawab : " Mahu, ya Rasulullah. " Lalu baginda memegang lidahnya seraya berkata : " Awas, jaga ini baik-baik. "

Aku bertanya : " Ya Rasulullah, adakah kami akan dituntut kerana berkata dengannya ? " Baginda lalu menjawab : " Dan tidak akan dicampakkan manusia ke atas muka mereka atau batang hidung mereka ke dalam neraka, melainkan hasil tutur bicara mereka. "[2]

E. Keutamaan dan Balasan bagi yang melakukan perbuatan baik

Al-birr yang mengandung makna begitu luas sebagaimana dijelaskan di atas, diberi penekanan oleh Rasulullah saw., bahwa yang dimaksud dengan al-birr adalah husnul khuluq atau akhlak yang baik. Akhlak yang baik memiliki urgensitas yang sangat penting dalam pribadi seorang mu’min, diantaranya adalah :

1. Akhlak yang baik merupakan refleksi dari keimanan seseorang kepada Allah swt. Oleh karenanya Rasulullah saw. mengatakan dalam salah satu haditsnya: Dari Abu Said Al-Khudri ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada dua hal yang keduanya tidak mungkin terkumpul dalam diri seorang mu’min, yaitu bakhil dan akhlak yang buruk.’ (Turmudzi)

2. Akhlak yang baik merupakan bukti ketinggian keimanan seseorang. Semakin tinggi imannya maka akan semakin sempurna akhlaknya. Dalam hal ini, Rasulullah saw. mengemukakan: Dari Abu Hurairah ra berkata bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang terbaik akhlaknya.’ (Abu Daud)

3. Akhlak yang baik memiliki timbangan yang begitu besar di akhirat kelak, serta dapat menjadikan pelakunya menjadi ahlul jannah. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasannya Rasulullah saw. ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga. Rasulullah saw. menjawab, ‘Ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak yang baik.’ Dan beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, beliau menjawab, ‘Lisan dan kemaluan.’ (Turmudzi)

4. Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): "Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya."[3]

5. Dengan akhlak yang baik, seorang hamba akan bisa mencapai derajat orang-orang yang dekat dengan Allah Ta’ala, sebagaimana penjelasan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau (yang artinya): "Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan qiyamul lail."[4]

6. Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari kiamat, sebagaimana sabda beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): "Tidak ada sesuatu yang lebih berat ketika diletakkan di timbangan amal (di hari akhir) selain akhlak yang baik." [5]

7. Akhlak yang baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah ketika ditanya tentang apa yang bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab (yang Ketahuilah, diantara keutamaannya adalah : "Bertakwa kepada Allah dan akhlak yang baik." (Riyadhus Shalihin)Seorang mu’min diminta untuk senantiasa berakhlak yang baik dalam bermuamalah terhadap siapapun dan di manapun, walaupun akhlak terhadap sesama manusia lebih ditekankan. Akhlak yang baik adalah mencakup segala macam bentuk kebaikan dalam bermuaamalah diantaranya adalah, jujur, amanah, menyambung persaudaraan, kasih sayang, lembut, tidak mudah marah, pemaaf, menjaga lisan, qanaah, tawadhu’, itsar, istiqomah, murah senyum, penolong, menepati janji, ridha, sabar, syukur, ‘iffah, adil, menyukai kebersihan dsb. Atau dengan kata lain, akhlak yang baik adalah segala perbuatan dan sifat yang positif, tidak mengandung unsur negatif serta tidak melanggar larangan-larangan Allah swt.

8. Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja dan memperbaiki akhlak manusia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
Sesungguhnya antara akhlak dengan ‘aqidah terdapat hubungan yang sangat
kuat sekali. Karena akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada isteri-isterinya.”

9. Akhlak yang mulia dapat menambah umur dan menjadikan rumah makmur, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“... Akhlak yang baik dan bertetangga yang baik keduanya menjadikan rumah makmur dan menambah umur.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah sebutkan dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar mempunyai akhlak yang agung.” [Al-Qalam : 4]

Hal ini sesuai dengan penuturan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya.”

10. Setiap Perbuatan Baik Adalah Sedekah

Diriwayatkan dari Abu Musa radhiallahu 'anhu: Bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap muslim itu harus bersedekah", para sahabat bertanya: "Bagaimana jika dia tidak memiliki sesuatu (harta) yang akan disedekahkannya?" Beliau menjawab: "Hendaklah ia bekerja hingga memeproleh hasil yang bermanfaat bagi dirinya dan dengannya ia dapat bersedekah", mereka bertanya lagi: "Jika ia tidak sanggup melakukannya?" Rasulullah menjawab: "Hendaklah ia membantu orang yang membutuhkan pertolongan", mereka kembali bertanya: "Jika hal itu tidak sanggup ia lakukan?" Rasulullah menjawab: "Hendaklah ia memerintahkan suatu kebaikan" mereka bertanya: "Jika itupun tidak sanggup ia lakukan?" Rasulullah menjawab: "Hendaklah ia menahan diri dari berbuat mungkar dan itu merupakan sedekah baginya." (Diriwayatkan oleh Bukhari (no hadis 6022) dan Muslim (no hadis 1008)

Syarah Hadits :

o Setiap Muslim harus bersedekah: yaitu dalam hal yang berhubungan dengan akhlak yang mulia. Dan secara ijma' dikatakan bahwa hal itu bukan merupakan fardu. Makna asal sedekah adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang secara sukarela. Namun adakalanya diartikan dengan sedekah wajib, karena pemilik harta selalu menjaga ketulusan (shidq) dengan sedekahnya ini.

o Hadis ini menunjukkan bahwa segala kebaikan yang diperbuat atau diucapkan oleh seseorang niscaya akan ditulis sebagai suatu sedekah. Begitu pula dengan menahan diri dari perbuatan mungkar.

o Di dalam hadis ini terdapat dorongan untuk bekerja, agar seseorang memperoleh hasil yang dengannya ia mampu menafkahi dirinya dan bersedekah, serta menjauhkannya dari kehinaan meminta-minta.

o Di dalamnya terdapat perintah untuk melakukan kebaikan sedapat mungkin, dan bahwa orang yang bertujuan untuk melakukan perbuatan baik, kemudian dia mendapatkan kesulitan, maka hendaknya dia berpindah kepada perbuatan baik lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Usaimiin, Syaikh Muhammad ibn Sholih, Terjemah Syarah Riyadhus Shalihin, Cet. 1

(Jakarta : Daarus Sunnah, 2007)

Al-Huwaithi, Sayyid bin Ibrahim, Syarah Arba'in An Nawawi : Imam An-Nawawi, Ibnu Daqiq al-ied, Abdurrahman As-sa'dy, Muhammad Utsaimiin, cet. 1 (Jakarta : Daarul Haq, 2006)

/http/.www.Adipermana.co.cc

/http/.www.Dakwatuna.com


[1] Iqadhul Himam, hal. 279

[2] HR. At-Tirmidzi

3. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shohihul Jami’, No. 1241

[4] Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, No. 1937

[5] Shahihul Jami’, No. 5602

Comments

TULISAN PALING POPULER