Skip to main content

‘I f f a h, Sebuah Kesucian Diri


Pembaca yang budiman, Secara bahasa, ‘iffah adalah menahan. Adapun secara istilah; ‘Iffah adalah menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan demikian, seorang yang ‘afif adalah orang yang menjaga kesucian dan kehormatan dirinya dengan bersabar untuk tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan Allah, walaupun sesungguhnya jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya. hal ini sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta'ala firmankan:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
yang artinya “Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya.” (An-Nur: 33)
Pembaca yang budiman, Termasuk dalam makna ‘iffah adalah menahan diri dari meminta-minta kepada manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Orang yang tidak tahu menyangka mereka (orang-orang fakir) itu adalah orang-orang yang berkecukupan karena mereka ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta kepada manusia).” (Al-Baqarah: 273)
Kemudian, terdapat pula riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu 'anhu, ia mengabarkan bahwa orang-orang dari kalangan Anshar pernah meminta-minta kepada Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka yang minta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan beliau berikan hingga habislah apa yang ada pada beliau. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka ketika itu:
“Apa yang ada padaku dari kebaikan berupa (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari no. 6470 dan Muslim no. 1053 )
Pembaca yang budiman, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan dalam syarah shahih muslim: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk ta’affuf yaitu (menahan diri dari meminta-minta), qana’ah atau (merasa cukup) dan bersabar atas kesempitan hidup dan selainnya dari kesulitan-kesulitan di dunia.”
Pembaca yang budiman, demikanlah seharusnya sifat seorang muslim. Akan tetapi untuk menjadi seorang ‘afif tidaklah mudah, akan tetapi hal ini bukan tidak mungkin, dan berikut ini akan kita sampaikan mengenai Hal-hal yang dapat menumbuhkan iffah, antara lain :
Pertama: Iman dan Taqwa
Pembaca yang budiman, Inilah asas yang paling fundamental di dalam memelihara diri dari segala hal yang tercela. Jiwa yang terpateri oleh iman dan taqwa merupakan modal yang paling utama untuk membentengi diri dari hal-hal yang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Allah membrikan jaminan kepada orang-orang yang amal solehnya didasari oleh iman dengan kehidupan yang baik, Allah subhanahu Wata'ala berfirman: "Barang siapa mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia orang beriman, maka sesungguhnya kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" (An Nahl: 97)
Pembaca yang budiman, ayat ini menjelaskan kepada kita mengenai peranan iman dan amal sholeh dalam kehidupan kita, yang mana iman itu akan menjaga kita dari perbuatan hina. Dan manakala iman dan taqwa dalam jiwa seorang muslim telah rapuh, maka itulah pertanda mudahnya dirinya terjebak dalam kesesatan dan perbuatan tercela. Maka memelihara dan memupuk iman ini merupakan kewajiban yang harus mendapatkan prioritas utama.
2. Nikah
Pembaca yang budiman, Inilah salah satu rambu jalan yang jelas menuju kesucian diri. Bahkan nikah adalah sarana yang paling baik dan paling afdhol untuk menumbuhkan sikap iffah pada diri seorang muslim. Nikah adalah sesuatu yang fithri pada diri seorang muslim, di mana padanya Allah menjadikan rasa cinta serta kasih sayang dan kedamaian. "Dan di antara kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang." (Ar Rum: 21).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambersabda: "Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih (dapat) menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan, dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena itu dapat mengobatinya." (Muttafaq Alaih)
Pembaca yang budiman, Ayat dan hadits tadi merupakan nash-nash yang jelas mendorong para pemuda dan pemudi untuk nikah, karena dengan menikah, maka ketenteraman hati, cinta dan kasih sayang dapat diraih oleh seorang muslim. Dan yang lebih utama lagi adalah bahwa nikah merupakan sarana yang dapat memelihara pandangan dan kehormatan diri setiap muslim.
3. Rasa Malu
Pembaca yang budiman, Malu adalah akhlak indah dan terpuji. Malu adalah sifat yang sempurna dan perhiasan yang anggun. Terlebih indah jika malu ini menghiasi seorang muslimah. Sifat malu selalu tumbuh dalam sikap yang baik dan memadamkan keinginan untuk berbuat tercela. Allah telah mentakdirkan sifat malu ini hanya ada pada manusia untuk membedakannya dengan hewan. Malu adalah potret pribadi yang agung dan terpuji.
Pembaca yang budiman, Tentang keutamaan malu ini Rasulullah Shallalhu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Malu dan iman adalah bersaudara, maka jika salah satu dari keduanya itu dicabut, tercabut pulalah yang lainnya." (HR. Al Hakim, shohih)
"Sesungguhnya setiap agama itu mempunyai akhlak, dan akhlak Islam adalah rasa malu." (HR. Malik, Ibnu Majah, Al Hakim, shohih)
Pembaca yang budiman, demikianlah hadits-hadits Nabi shalallahu'alaihi wa sallam yang menjelaskan mengenai pentingnya sifat malu, dan keutamaannya. Namun sayangnya, masih banyak disekitar kita, terutama para muslimah yang kurang memperhatikan rasa malunya, mereka dengan bangganya berpakaian yang membuka aurat, berjalan dengan laki-laki asing yang bukan mahrom dan lain sebagainya, maka dari itu Pembaca yang budiman, kita memohon kepada Allah subhanahu Wata'ala agar memberikan hidayahnya kepada mereka, dan kitapun berharap agar diri kita, keluarga kita dan juga masyarakatpun senantiasa berada dalam bimbingan hidayahNya hingga akhir hayat, Amin.

Pembaca yang budiman, sampai disini pembahasan kita kali ini, semoga dengan mengetahui hal ini, maka iman kita menjadi bertambah, dan bertambah pula ketaatan kita kepada Allah subhanahu Wata'ala. Akhirnya saya ucapkan terima kasih atas kebersamaan dan partisipasi anda. Wassalamu 'Alaiku Warahmatullah Wabarokaatuh.

Comments

TULISAN PALING POPULER