Skip to main content

Memahami arti Rahmatan Lil 'Alamin

Sebagian besar dari kita sudah mengetahui bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah, Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah, seperti berloyal kepada orang kafir, dan lain sebagainya.

Maka dari itu pada tulisan kali ini Insya Allah akan kami sampaikan pemahaman yang sebenarnya dari kalimat rahmatan lil ‘alamin, sekaligus bantahan dari para pendukung kesesatan dan pluralisme agama yang berdalil dengan istilah tersebut.
Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala: yang artinya
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia”
(QS. Al Anbiya: 107)

Dalam lisanul arob dijelaskan bahwa Secara bahasa, rahmat artinya ar-rifqu wath-tha’athuf; yang artinya adalah kelembutan yang berpadu dengan rasa iba. Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
Adapun makna secara istilah, maka berikut ini akan kami sampaikan Penafsiran dari Para Ahli Tafsir, diantaranya Muhammad bin Jarir Ath Thabari menyebutkan bahwa: …Sebagian ahli tafsir berpendapat, rahmat yang dimaksud adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Mereka mendasarinya dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat ini: ”Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya rahmat di dunia dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu, seperti mereka semua di tenggelamkan atau di terpa gelombang besar”.

Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang beriman saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat ini: “Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat bencana, ada yang mendapat rahmah, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah, membenarkannya dan menaatinya”.

Selain itu, Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir menjelaskan bahwa “Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’. Sebagaimana dalam sebuah hadits: “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan oleh Allah” (HR. Al Bukhari)
Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun mengatakan ‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya pemimpin para Nabi, yaitu Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar. Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia. Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat dari rahmat ini, yaitu ditundanya adzab bagi mereka. Selain itu mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan air”
Inilah pemahaman yang benar tentang kalimat Rahmatan lil ‘alamin, dan ini sangat bersebrangan dengan Pemahaman yang disalah artikan oleh sebagian orang-orang liberalis, dimana mereka mengatakan bahwa Rahmatan lil ‘alamin adalah Berkasih sayang dengan orang kafir.

Padahal ayat yang menyebutkan rahmatan lil ‘alamin ini sama sekali tidak anjuran untuk perintah berkasih sayang kepada orang kafir. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat Allah bagi orang kafir dalam ayat ini adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat terdahulu.
Selain itu, konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan terhadap ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, serta membenci orang-orang yang melakukannya.

Hal ini Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya adalah: “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)
Namun perlu dicatat, harus membenci mereka bukan berarti harus membunuh, melukai, atau menyakiti orang kafir yang kita temui, dimana dalam hal ini terdapat penjelasan yang sangat rinci, yaitu bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh dilukai.

Kemudian, ada juga di antara kaum muslimin yang mengatakan bahwa rahmatan lil ‘alamin adalah Berkasih sayang dalam kemungkaran dan penyimpangan agama
Sebagian kaum muslimin membiarkan berbagai maksiat dan penyimpangan agama serta enggan menasehati dan mendakwahi mereka karena khawatir para pelakunya tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian ia berkata : “Islam kan rahmatan lil’alamin, penuh kasih sayang”. Dan sungguh ini adalah perkataan yang sangat aneh...

Padahal sebagaimana yang telah kami sampaikan tadi, bahwasanya Islam sebagai rahmat Allah bukanlah maknanya berkasih sayang kepada pelaku kemungkaran serta membiarkan mereka terus melakukannya. Melainkan Sebagaimana dijelaskan Ath Thabari dalam tafsirnya tadi bahwa: “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.

Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan. dan inilah bentuk rahmatan lil ‘alamin yang sebenarnya.

Selain itu Dalam surat Al Ashr juga dijelaskan bahwa sesame muslim harus saling menasihati, sebagaimana Allah subhanahu Wata'ala berfirman yang artinya: “ … dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran …


Sumber: muslim.or.id dengan sedikit tambahan dan perubahan.



Comments

  1. Assalamu alaykum Pak Yusuf.

    Saya mau bertanya bagaiman menghadapi orang-orang yang sangat fanatik yang artinya tidak menerima padangan dan pendapat orang lain? misalanya, saya sedang bersekolah dan disekolah itu dihadiri oleh banyak orang dari Timur tengah(95%). Mereka mengatakan mengebuki isteri atau menendang isteri diperbolehkan oleh agama Islam dan perempuan tidak berjilbab adalah kafir! disini saya sebagai perempuan walau beragama islam tidak menerimanya, saya menetangnya! Akibatnya mereka selalu melecehkan saya dan menertawakan saya dan menghina dalam bahasa mereka dan menertawai saya, makanan yang saya bawa untuk dinikmati bersama karena sekolah/pelajaran kadang dari jam 9.00 pagi hingga jam 3.00-4.00 sore dianggap haram, collega dari negara yang bukan Timteng tapi beragama Islam diprovakasinya dan dilarang memakannya karena katanya haram. Apakah perbuatan seperti diatas mencerminkan seorang/kelompok Islam yang baik??? Yang sangat lucu bagi saya dan guru non Islam, karena makanan dari saya haram sementara fasilitas hidup termasuk uang dan rumah/air-gas-listerik dll dinikmati secara cuma alias gratis! Saya sangat malu dan geram, karena ulah mereka sangat melecehkan Islam itu sendiri!

    Mohon pencerahannya, apa yang harus saya perbuat, haruskah saya menerimanya begitu saja dihina oleh sesama agama???

    Wassalamu alaikum wr. wb

    A.T.K

    ReplyDelete
  2. Menggebuk istri tentu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Dan perempuan yang belum berjilbab tidak bisa dikafirkan. Saudari sabar saja, mungkin mereka yang berkata belum faham Islam yang sebenarnya.

    ReplyDelete
  3. alhamdulillah jadi mengerti sekarang.. Terima kasih atas pencerahannya..

    ReplyDelete
  4. orang-orang itu islamnya islam keturunan....bukan islam tauhid, jalan satu-satunya anda harus sabar dan tawakal mkepada Allah

    ReplyDelete
  5. ustadz yusuf, kl saya mengartikan Rahmatan lil alamin adalah ,, Allah SWT menebarkan jalan menuju kepadaNya, bagaimana ustadz?
    maksud saya melalui jalan apapun, cara apapun, ormas islam apapun, asal bertujuan untuk mengenal Allah.. maka tujuan tersebut bisa tercapai... mohon penjelasannya..

    ReplyDelete

Post a Comment

TULISAN PALING POPULER