Skip to main content

Budaya Membaca, Budaya Islam


Kapan terakhir kali Anda mendengar seorang Muslim memenangkan hadiah Nobel dalam bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran? Bagaimana dengan publikasi ilmiah? Sayang sekali, Anda tidak akan menemukan banyak nama kaum Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan makalah-makalah ilmiah. Apa yang kurang? Alasan apa yang kita miliki? Andalah yang bisa menjawabnya.

I. Pendahuluan
Sebuah publikasi yang baru saja diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menanggapi pembangunan di wilayah Arab mengemukakan bahwa dunia Arab yang terdiri dari 22 negara hanya mampu menerjemahkan 330 buku per tahun. Angka itu sangat menyedihkan karena hanya seperlima dari jumlah buku-buku yang mampu diterjemahkan oleh sebuah negara kecil seperti Yunani dalam setahunnya! Bahkan Spanyol mampu menerjemahkan rata-rata 100.000 buku setiap tahunnya.

Mengapa ada alergi atau keengganan untuk membaca dan menerjemahkan ilmu yang asal-muasalnya berasal dari nenek moyang kita sendiri (Islam)? Padahal upaya utama untuk mendapatkan kembali warisan ilmu terdahulu adalah dengan membaca, menganalisa, mengumpulkan, menyempurnakan dan menyalurkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia.

Mengapa tingkat pendidikan pada kaum Muslim rendah? Sementara ayat pertama dari Al-Qur`an adalah ‘Iqra (berarti: Bacalah). Apakah mereka lupa pada sabda Nabi Muhammad SAW yang menegaskan bahwa:

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap orang, laki-laki dan perempuan” (Shahih Al-Bukhari).

Dan bagaimana pula dengan sabda beliau yang menjelaskan:

“Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya berarti telah mengambil bagian yang banyak” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Namun kenyataannya sekarang, bahwa begitu giatnya kaum Muslim dalam mencari kekayaan materi hingga mereka sendiri tidak tahu bagaimana untuk membelanjakannya. Sikap seperti itu begitu beresiko dan memalukan.

II. Upaya yang harus dilakukan
Keprihatinan akan hal-hal diatas harus dibangun dan tidak sepatutnya lagi hanya sebatas sekat nasionalisme semata, namun harus menyentuh nilai-nilai transendental di bawahnya. Problematika umat Islam tidak hanya berupa serangan budaya asing dengan berbagai bawaan unsur negatifnya, melainkan dari kalangan internal tubuh umat Islam sendiri. Diakui atau tidak, maka saat ini peradaban keilmuan umat Islam jauh tertinggal dari peradaban non Islam atau sebut saja “Dunia Barat”.

Salah satu elemen terpenting dalam peradaban keilmuan adalah budaya membaca. Karena dengan membaca maka setiap individu akan semakin terbuka daya berpikirnya, semakin luas wawasan dan pengetahuanya. Namun sayang, bangsa Indonesia yang notabene berpenduduk mayoritas Islam kurang memperhatikan tentang hal ini. Budaya membaca bagi bangsa Indonesia khususnya kaum Muslim masih berada jauh di bawah “bangsa-bangsa Barat”.

Berdasarkan kategori tertentu, ada sebuah penelitian tentang penjualan barang-barang secara online di internet. Untuk wilayah Indonesia, hasil dari penelitian ini cukup mengejutkan. Buku menduduki peringkat terakhir yang di jual di internet. Yang tertinggi masih berupa barang-barang konsumtif, seperti alat-alat elektronik dan kendaraan. Bandingkan dengan Amerika Serikat dan juga beberapa negara maju di Eropa. Mereka meletakkan buku pada peringkat teratas dari barang-barang yang di transaksikan secara online. Demikian pula perbandingan kualitas dan kuantitas dari perpustakaan mereka, yang bila dibandingkan dengan negara Indonesia maka memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Menilik penjelasan diatas, maka jangan heran bila hingga saat ini negara-negara yang berasaskan Islam atau yang berpenduduk mayoritas Islam selalu menjadi penonton dalam kancah percaturan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Sehingga dengan demikian sangat perlu dilakukan perubahan yang mendasar bagi setiap individunya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh manusia Indonesia khususnya umat Islam, agar kembali menjadi obor pengetahuan. Diantaranya sebagai berikut:

A. Faedah membaca
Dari buku saya yang berjudul: “Mustika Ilmu dan Pengobatan Jiwa” maka dijelaskan beberapa faedah yang di dapatkan dengan membaca, diantaranya:

Membaca dapat melatih kecerdasan, mengembangkan akal dan pikiran, serta membersihkan hati.
Membaca bisa mengasah daya ingat dan pemahaman serta meningkatkan pengetahuan.
Membaca dapat membantu seseorang untuk berpikir lebih jernih dan tenang. Membuat hati agar lebih terarah serta tidak berbuat yang tidak berguna dalam kehidupan.
Banyak membaca, maka akan memotivasi seseorang untuk menciptakan sebuah karya tulis yang dapat berguna bagi orang lain.
Dengan membaca, maka seseorang akan terhindar dari kejenuhan, sebab ia telah memiliki obat penawarnya yang positif.
Meskipun apa yang ia baca itu tidak bisa mendatangkan faedah, maka setidaknya seseorang telah terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik selama waktu luangnya, karena ia telah menghabiskan waktu hanya dengan duduk tenang dalam membaca.
Dengan banyak membaca, maka akan mematangkan kemampuan seseorang dalam mencari atau memproses ilmu pengetahuan. Mengetahui apa saja yang belum ia ketahui secara detil, serta bisa mempelajari bidang-bidang pengetahuan yang berbeda secara bersamaan.
Membaca telah berhasil membuat seorang diri terbebas dari belenggu kebodohan dan menciptakan sebuah budaya yang sangat positif bagi kehidupan umat manusia.
Dengan membaca, maka akan menimbulkan banyak ide dan gagasan baru, sehingga bisa meningkatkan produktifitas seseorang.
Dengan membaca, maka seseorang dapat mengambil sebuah pelajaran dari pengalaman orang lain atau kebijaksanaan dari kalangan bijak bestari.

B. Keutamaan ilmu dibandingkan harta
Diriwayatkan suatu hari sepuluh orang terpelajar mendatangi Imam Ali bin Abi Thalib RA. Mereka ingin mengetahui mengapa ilmu lebih baik daripada harta, dan mereka meminta agar masing-masing dari mereka diberikan jawaban yang berbeda. Imam Ali RA pun menjawab sebagaimana berikut:

Ilmu adalah warisan Nabi, sebaliknya harta adalah warisan Fir`aun. Sebagaimana Nabi lebih unggul daripada Fir`aun, maka ilmu lebih baik daripada harta.
Engkau harus menjaga hartamu, tetapi Ilmu akan menjagamu. Maka dari itu, Ilmu lebih baik daripada harta.
Ketika Ilmu dibagikan ia semakin bertambah. Ketika harta dibagikan ia berkurang. Seperti itulah bahwa ilmu lebih baik daripada harta.
Manusia yang mempunyai banyak harta memiliki banyak musuh, sedangkan manusia berilmu memiliki banyak teman. Untuk itu, ilmu lebih baik daripada harta.
Ilmu menjadikan seseorang bermurah hati karena pandangannya yang luas, sedangkan manusia kaya dikarenakan kecintaannya kepada harta menjadikannya sengsara. Seperti itulah bahwa ilmu lebih baik daripada harta.
Ilmu tidak dapat dicuri, tetapi harta terus-menerus terekspos oleh bahaya akan pencurian. Maka, ilmu lebih baik daripada harta.
Seiring berjalannya waktu, kedalaman dan keluasan ilmu bertambah. Sebaliknya, timbunan dirham menjadi berkarat. Untuk itu, ilmu lebih baik daripada harta.
Engkau dapat menyimpan catatan kekayaanmu karena ia terbatas, tetapi engkau tidak dapat menyimpan catatan ilmumu karena ia tidak terbatas. Untuk itulah mengapa ilmu lebih baik daripada harta.
Ilmu mencerahkan pikiran, sementara harta akan cenderung menjadikannya gelap. Maka dari itu, ilmu lebih baik daripada harta.
Ilmu lebih baik daripada harta, karena ilmu menyebabkan Nabi berkata kepada Tuhan “Kami menyembah-Nya sebagaimana kami adalah hamba-hamba-Nya”, sementara harta membahayakan, menyebabkan Fir`aun dan Namrud bersikap congkak dengan menyatakan diri mereka sebagai Tuhan.

C. Kewajiban dalam mencari ilmu pengetahuan
Alasan utama dibalik kegemilangan kaum Muslim awal terletak pada pencarian mereka terhadap ilmu pengetahuan, walaupun ilmu itu harus diperoleh di tempat yang sulit dan tersembunyi. Sebagai generasi Islam sejati, mereka telah mengerti akan sabda Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan:

“Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah (fisabilillah) hingga ia kembali (ke rumahnya)” (HR. Tirmidzi)

“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim)

Sehingga dengan menela`ah semua hadits Nabi Muhammad SAW diatas, maka menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap umat Islam.

D. Kualitas kepemimpinan dan dukungan pemerintah
Pada zaman awal keislaman, penguasa kaum Muslim tidak hanya menjadi pendukung edukasi, tapi mereka sendiri merupakan para sarjana yang hebat. Mereka juga dikelilingi oleh kaum terpelajar seperti para ahli filosofi, ahli ilmu falak (Astronomi), ahli fiqh, ahli hadits, ulama, analis, penyair, matematikawan, ilmuwan, insinyur, arsitek dan dokter. Kaum terpelajar memiliki nilai yang tinggi di pemerintahan. Mereka membangun perpustakan, universitas, pusat penelitian, dan observatorium. Mereka mengundang kaum terpelajar dari seluruh bangsa dan agama untuk datang ke wilayah mereka. Sehingga kota yang mereka bangun menjadi metropolitan dalam ilmu pengetahuan di segala bidang. Sebagaimana universitas saat ini seperti Harvard, MIT, Standford, Yale dan Princeton, universitas-universitas kaum Muslim dahulu adalah universitas terunggul di dunia.

Dan apa yang kita miliki saat ini? Kebanyakan pemimpin di negeri kaum Muslim adalah setengah terpelajar, yang dikelilingi (dengan tingkat pengecualian yang rendah) oleh kroni-kroni mereka yang kualifikasi terpenting bagi mereka bukanlah kompetensi atau pendidikan, tetapi karena berhubungan dengan penguasa atau keluarganya.
Penguasa-penguasa kita (dengan tingkat pengecualian yang rendah) telah korup dan mementingkan diri sendiri. Tidak heran, mereka dikelilingi oleh orang-orang korup yang diberikan posisi untuk menggemukkan simpanan kerabat-kerabat mereka. Lebih lanjut, ketika jumlah istana dan rumah-rumah megah terus meningkat, maka tidak satupun universitas yang dibangun oleh penguasa-penguasa ini. Hanya beberapa persen dari budget negara yang dibelanjakan untuk pendidikan dan penelitian.

Jadi, adalah wajar ketika saat ini kita terus menyaksikan begitu suramnya catatan penemuan ilmiah atau prestasi dari negara-negara Muslim. Tidak ada satupun universitas dari negeri kaum Muslim yang berada pada peringkat 100 universitas terbaik di dunia.

E. Melangkah melampaui apa yang diharapkan
Sebagaimana yang dikemukakan diatas, kaum Muslim sangat jauh tertinggal pada setiap bidang pengetahuan. Adalah tidak mungkin menutupi jurang yang semakin lebar ini hanya dengan mengikuti arus atau hanya melakukan apa-apa dengan langkah seadanya. Strategi kita seharusnya adalah berusaha melangkah melampaui kemampuan rata-rata kita, melakukan hal-hal yang lebih besar dan terus mengkaji hakekat ajaran Islam yang Rahmatan lil `alamin. Sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh para ulama, ilmuwan, pendidik dan para pejabat kekhalifahan Abasiyah di Baghdad.

III. Kesimpulan
Saudaraku sekalian, dengan deretan ilmuwan Muslim pada masa kejayaan Islam (baca: Peradaban Islam: Obor pengetahuan), tidaklah sulit untuk menyetujui apa yang dikatakan oleh George Sarton, ”Tugas utama kemanusian telah dicapai oleh para Muslim. Filosof terbaik, Al-Farabi adalah seorang Muslim. Matematikawan terbaik, Abul Kamil dan Al-Khawarismi adalah Muslim. Bapak kedokteran dunia yaitu Ibnu Sina adalah seorang ulama Muslim. Ahli geography (Ilmu Bumi) dan ensklopedia terbaik, Al-Masudi adalah seorang Muslim. Dan Al-Tabari, ahli sejarah terbaik juga seorang Muslim.

Jika negara-negara Muslim atau negara yang berpenduduk mayoritas Islam ingin mengambil kembali khazanah pengetahuan yang hilang, mereka harus meneliti kembali jejak mereka terdahulu yang membuat mereka sukses, dan menyingkirkan cara-cara yang dipakai pada saat ini karena mengantarkan mereka pada kegelapan dan kehancuran. Sebab, sejak seribu tahun yang lalu, ketika umat Islam sebagai pembawa cahaya pengetahuan dunia pada zaman kegelapan. Mereka menciptakan peradaban Islam itu karena didorong oleh ajaran agama, gemar membaca, melakukan penelitian serta membuat penemuan ilmiah. Sehingga dunia lain (Barat) pun menjadi iri dan belajar banyak dari mereka selama berabad-abad.

Yogyakarta, 17 April 2010
Mashudi Antoro (Oedi`)

[Disadur dari buku Mustika Ilmu dan Pengobatan Jiwa, karya; Mashudi Antoro]

Comments

  1. Mari budayakan membaca ya.. agar khazanah keilmuan bangkit lagi

    ReplyDelete

Post a Comment

TULISAN PALING POPULER