𝗜𝗧𝗧𝗜𝗕𝗔' 𝗦𝗘𝗕𝗔𝗚𝗔𝗜 𝗣𝗥𝗜𝗡𝗦𝗜𝗣 𝗨𝗧𝗔𝗠𝗔 𝗗𝗔𝗟𝗔𝗠 𝗠𝗔𝗡𝗛𝗔𝗝 𝗕𝗘𝗥𝗜𝗦𝗟𝗔𝗠.
𝗠𝗔𝗞𝗡𝗔 𝗜𝗧𝗧𝗜𝗕𝗔’.
Jika diurai dari sisi tashrif, Ittiba’ adalah kata dasar yang berasal dari kata kerja اتَّبَعَ – يَتَّبِعُ yang artinya mengikuti.
Karena ini bentuk wazan tsulatsi mazid maka artinya bukan sekedar mengikuti, tapi mengikuti sesuatu dengan kesungguhan, meniti langkahnya secara intens.
Adapun Secara Istilah, Ittiba’ adalah pengikutan kepada Rosululloh ﷺ dalam memahami dan menerapkan Islam.
Imam Ibn Rajab al-Hanbali berkata :
الإتِّبَاعُ هُوَ أَنْ يَعْمَلَ الْعَبْدُ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَقْتَصِرَ عَلَيْهِ، وَلَا يُقَدِّمَ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا يَعْمَلَ بِمَا خَالَفَهُ.
“Ittibā‘ adalah seorang hamba beramal dengan apa yang dibawa oleh Nabi ﷺ, mencukupkan diri dengannya, tidak mendahuluinya, dan tidak beramal dengan sesuatu yang menyelisihinya.” (Kitab Jāmi‘ al-‘Ulūm wal-Hikam Jilid 1, hal. 70)
Imam asy-Syathibi berkata
الإتِّبَاعُ هُوَ التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ مِنْ بَعْدِهِ، وَلَا يُزَادُ فِي ذَلِكَ وَلَا يُنْقَصُ مِنْهُ.
“Ittibā‘ adalah berpegang teguh dengan apa yang ada pada Nabi ﷺ dan para sahabat setelah beliau, tanpa ditambah dan tanpa dikurangi.” (Kitab al-I‘tiṣhom Jilid 2, hal. 201)
𝗞𝗔𝗡𝗗𝗨𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗡 𝗖𝗔𝗞𝗨𝗣𝗔𝗡 𝗜𝗧𝗧𝗜𝗕𝗔'.
Dari makna tersebut maka dapat dipahami bahwa Ittiba’ yang menjadi prinsip yang benar dalam berIslam adalah kewajiban mengikuti dan meneladani Rosululloh ﷺ dalam aqidah, ucapan, perbuatan, dan tark yaitu perkara yang beliau tinggalkan, serta mengamalkan syari’at yang beliau bawa, baik yang berstatus wajib, sunnah, makruh, mubah maupun haram disertai niat untuk meneladani atau berittiba’ kepada beliau ﷺ.
1. Ittiba’ kepada Rosululloh ﷺ dalam keyakinan; yaitu meyakini apa-apa yang dijadikan keyakinan oleh Rosululloh ﷺ, dan sebaliknya mengingkari atau tidak mengimani semua aqidah dan keyakinan yang ditolak oleh Rosululloh ﷺ.
2. Ittiba’ kepada Rosululloh ﷺ dalam ucapan; yaitu merealisasikan perintah dan larangan yang terdapat dalam sabda-sabda beliau ﷺ. Semua yang beliau perintahkan dan beliau larang bukanlah atas kemauan hawa nafsu melainkan semua itu wahyu dari Alloh ﷻ. Alloh ﷻ berfirman :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ (٣) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ (٤)
“Dan tidaklah yang diucapkan Muhammad itu karena menurut keinginannya. Akan tetapi ia adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS An Najm : 3-4)
3. Ittiba’ kepada Rosululloh ﷺ dalam amal perbuatan; yaitu mengerjakan perbuatan ibadah sebagaimana contoh yang telah beliau kerjakan, tidak membuat tata cara ibadah yang tidak beliau contohkan. Seperti cara berwudhu, cara sholat dan sebagainya. Beliau ﷺ bersabda :
صلوا كما رأيتموني أصلي
“Solatlah kalian sebagaimana kalian melihat cara solatku” (HR. Bukhori)
4. Ittiba’ kepada Rosululloh ﷺ dalam tark atau meninggalkan perbuatan, yaitu tidak melakukan amal perbuatan yang ditinggalkan oleh Rosululloh ﷺ.
𝗨𝗥𝗚𝗘𝗡𝗦𝗜 𝗜𝗧𝗧𝗜𝗕𝗔' 𝗗𝗔𝗟𝗔𝗠 𝗕𝗘𝗥𝗜𝗦𝗟𝗔𝗠.
1. Ittiba’ merupanan wujud pelaksanaan dari menta’ati Rosululloh ﷺ yang diwajibkan oleh Alloh ﷻ.
Alloh ﷻ berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atlah kepada Alloh dan ta’atlah kepada rosul… (QS. Muhammad :33).
2. Ittiba’ merupakan bukti cinta kepada Alloh ﷻ.
Alloh ﷻ berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku”(QS. Ali Imron : 31).
3. Ittiba’ merupakan syarat diterimanya Ibadah oleh Alloh ﷺ.
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Rosululloh ﷺ bersabda : “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan perbuatan yang tidak berdasarkan tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim).
4. Ittiba’ merupakan jalan ke surga.
Rosululloh ﷺ bersabda :
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى
قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Seluruh ummatku akan masuk surga kecuali yang enggan. Para sahabat bertanya :”Siapakah orang yang enggan itu wahai Rosululloh?”. Beliau menjawab :”Barangsiapa yang menta’atiku maka dia akan masuk surga dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka dialah yang enggan ! (HR. al-Bukhori).
5. Penentangan terhadap Ittiba’ akan mengakibatkan kesesatan dan terancam dengan neraka Jahannam.
Alloh ﷻ berfirman :
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًۭا
“Dan Barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukan ia ke dalam Jahannam (QS. An-Nisa : 115).
6. Peninggalan terhadap ittiba’ akan menyebabkan rusaknya 'aqidah dan menjerumuskan dalam kesyirikan.
Hal ini pernah terjadi pada kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Kaum itu melakukan ibadah-ibadah yang menyelisihi contoh Nabi sebelumnya, yaitu dengan membuat patung orang soleh dan beribadah di sisi patung itu, jelas sekali ini bukanlah sikap berittiba'. Hingga pada akhirnya Iblis berhasil menyesatkan kaum tersebut dan mereka menjadikan patung orang soleh itu sebagai berhala yang disembah, terjadilah kesyirikan yang amat besar dan mendatangkan kemurkaan Alloh ﷻ kepada mereka.
𝗞𝗘𝗦𝗜𝗠𝗣𝗨𝗟𝗔𝗡.
Setiap muslim wajib ittiba’ kepada Rosululloh ﷺ, ini merupakan prinsip utama sebagai jalan keselamatan, karena menyelisihinya adalah kesesatan. Untuk berittiba’ maka wajib bagi kita mencintai beliau ﷺ, mempelajari dan mengagungkan hadits-haditsnya, tidak mendahulukan ucapan manusia siapapun di atas sabda beliau ﷺ. Jangan juga mengikuti suara mayoritas orang apabila suara mayoirtas itu bertentangan dengan ajaran Rosululloh ﷺ sebab hal itu akan membawa pada kesesatan.
Ditulis Oleh : Ustadz Yusuf Supriadi, S.Pd.I., Lc., M.A.
Komentar
Posting Komentar