BERILMU SEBELUM BERUCAP DAN BERBUAT


BERILMU SEBELUM BERUCAP DAN BERBUAT

Ustadz Yusuf Supriadi, S.Pd.I., Lc., M.A.

Pendahuluan

 

Ilmu merupakan cahaya yang menerangi jalan hidup seorang Muslim. Tanpa ilmu, ucapan dan perbuatan menjadi keliru bahkan bisa menjadi sia-sia. Dalam Islam, prinsip “berilmu sebelum berucap dan beramal” adalah asas yang kokoh. Prinsip ini merupakan metode yang Alloh tetapkan untuk para Nabi, yang juga diikuti oleh sahabat, dan ulama salaf dalam menjalankan agama.

 

Tulisan ini akan menguraikan prinsip berilmu sebelum berucap dan beramal dari dalil Al-Qur’an, hadits Shohih, serta atsar atau aqwal ulama.

 

A.  Dalil Al-Qur’an.

Prinsip mendahulukan ilmu sebelum ucapan dan amal ditegaskan Alloh dalam banyak ayat. Di antaranya :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ

"Maka ketahuilah (berilmulah) bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Alloh, dan mohonlah ampunan atas dosamu." (QS. Muhammad : 19)

 

Dalam ayat ini, Alloh mendahulukan perintah mengetahui (فَاعْلَمْ) yaitu mengilmui kalimat لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ  sebelum perintah beramal.

Di ayat yang lain, Alloh berfirman :

إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوٓءِ وَٱلْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

"Sesungguhnya dia (setan) hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, serta mengatakan terhadap Alloh apa yang tidak kalian ketahui." (QS. Al-Baqoroh: 169)

 

Ibnu Katsir : Mengucapkan sesuatu tentang Alloh tanpa ilmu adalah tingkatan dosa yang paling berat, bahkan lebih berat daripada maksiat biasa, karena itu termasuk dalam perbuatan syirik, bid’ah, dan penyesatan. (Tafsir al-Qur’an al-Adzim)

 

Ibnu Katsir mengutip ayat serupa ketika menafsirkan ayat tersebut, dengan ayat berikut :

وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ ٱلْكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ لِّتَفۡتَرُواْ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ

 إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ

"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta: ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh..." (An-Nahl: 116).

 

B.      DALIL HADITS.

Rosululloh melarang ummatnya berbicara tanpa ‘ilmu. Dalam sebuah hadits beliau bersabda :

إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ فِي الْمَعْصِيَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْلَمُهُمْ بِغَيْرِ حَقٍّ

"Sesungguhnya manusia yang paling besar dosanya pada hari kiamat adalah orang yang berbicara tentang ilmu yang bukan haknya (tanpa ilmu)." (HR. Ibnu Majah no. 261, hasan menurut Al-Albani dalam Shohih Ibnu Majah).

 

C.      ATSAR SALAF DAN AQWAL ‘ULAMA.

Imam al-Bukhori dalam kitab Shohih-nya menulis bab:

بَابُ: الْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ

"Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan." (Shohih Al-Bukhori, Kitab Al-‘Ilm, bab 1)

Mengenai perkataan imam al-Bukhori tersebut, Ibnu Hajar al-Asqolani menjelaskan:

أَرَادَ بِذَلِكَ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْعَالِمِ أَنْ يَتَعَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَقُولَ أَوْ يَعْمَلَ، لِأَنَّ الْعِلْمَ مُصَحِّحٌ لِلنِّيَّةِ وَالْعَمَلِ

"Beliau (Al-Bukhori) menginginkan penegasan bahwa seorang yang berilmu wajib mempelajari (ilmu) sebelum berkata atau beramal, karena ilmu adalah yang meluruskan niat dan amal."
(Fathul Bari, jilid 1, halaman
192–193).

Imam Abu Bakr Muhammad bin al-Ḥusain al-Ājurrī (wafat 370 H), seorang ulama hadits dan ushul Fiqih berkata,

لَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ فِي الْعِلْمِ شَيْئًا إِلَّا بِعِلْمٍ، وَمَنْ قَالَ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ فَقَدْ دَخَلَ فِي قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

"Tidak halal bagi siapa pun berkata dalam perkara ilmu kecuali dengan ilmu. Barangsiapa berkata tanpa ilmu, maka ia telah masuk dalam ancaman firman Alloh Ta’ala: ‘Dan agar kalian tidak berkata tentang Alloh apa yang tidak kalian ketahui.’ (QS. Al-Baqarah: 169)."
(
Al-Ājurrī, Asy-Syari‘ah, tahqiq Dr. Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, jilid 1, hlm. 57.).

 

D.     PENERAPAN PRINSIP INI, DALAM IBADAH, DAKWAH, DAN BERFATWA.

 

1.      Berdakwah.

Wajib memahami dalil dan makna sebelum menyampaikan kepada orang lain

Alloh berfirman :

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي

"Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan ilmu (bashirah)."(QS. Yusuf: 108).

 

Ayat ini menegaskan bahwa dakwah yang benar harus dilakukan "عَلَى بَصِيرَةٍ" — yakni di atas ilmu dan keyakinan, bukan hanya semangat atau perasaan.

Ibnul Qayyim berkata: “Bashirah adalah ilmu yang yakin yang menghilangkan keraguan.” (I’lam al-Muwaqqi’in 1/50)

 

Dalil As-Sunnah:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

"Sampaikanlah dariku walau satu ayat." (HR. Al-Bukhori no. 3461).

Meskipun Rosululloh memerintahkan menyampaikan walau satu ayat, para ulama menjelaskan bahwa ini berlaku bagi yang mengetahui ilmunya dengan benar, yaitu dia benar-benar mengilmui maksud ayat tersebut.

Imam Nawawi menjelaskan:

يَجِبُ أَنْ يَكُونَ مَا يُبَلِّغُهُ مُتَيَقَّنًا صِحَّتُهُ

"Wajib bagi orang yang menyampaikan untuk meyakini kebenarannya." (Syarh Shohih Muslim, Nawawi, 1/64).

Ibnu Taimiyah berkata:

وَلَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَدْعُوَ إِلَى الدِّينِ إِلَّا بِعِلْمٍ

"Tidak boleh seseorang berdakwah kepada agama kecuali dengan ilmu." (Majmu’ Al-Fatawa, 2/45).

 

2.      Beribadah.

Tidak cukup hanya niat baik; tata cara shalat, zakat, haji, harus sesuai tuntunan dan ketentuan Alloh dan RosulNya . Alloh berfirman :

فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

"Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan jangan mempersekutukan seorang pun dalam ibadah kepada Rabb-nya."(QS. Al-Kahfi: 110).

 

Amal shalih dalam tafsir Ibnu Katsir adalah "الموافق للشرع" — sesuai dengan tuntunan syariat, bukan hanya niat baik.

Rosululloh bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

"Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat."(HR. Al-Bukhori no. 631)

Hadits ini menegaskan bahwa tata cara ibadah — dalam hal ini sholat — harus meniru tuntunan Nabi . Begitu juga ibadah lain seperti zakat dan haji.

Imam asy-Syafi’i berkata: “Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa mengikuti sunnah Rasulullah, maka amalnya tertolak.” (al-Umm 1/218).

Imam Al-Fudhoil bin ‘Iyadh berkata tentang firman Alloh pada Surat al-Mulk ayat 2 :

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا 

"Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya."

Beliau menafsirkan "أحسن عملاً" dengan perkataan: أخلصه وأصوبه “Yang paling ikhlas dan paling benar.”
Kemudian beliau melanjutkan :

 فَإِنَّ الْعَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ، حَتَّى يَكُونَ خَالِصًا صَوَابًا

"Jika amal itu ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Jika benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Benar adalah yang sesuai sunnah."(Tafsir Al-Baghawi 8/164)

 

3.      Memberi Fatwa.

Tidak boleh memberi jawaban hukum tanpa rujukan yang benar

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." (QS. Al-Isro’: 36).

Ayat ini mencakup larangan berbicara dalam perkara agama tanpa ilmu.

Rosululloh bersabda:

أَجْرَؤُكُمْ عَلَى الْفُتْيَا أَجْرَؤُكُمْ عَلَى النَّارِ

"Orang yang paling berani dalam memberi fatwa adalah orang yang paling berani masuk neraka." (HR. Ad-Darimi no. 124, dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil no. 2685).

 

Ibn Sirin berkata: “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian jika ditanya tentang suatu masalah, sebagian mereka berharap saudaranya yang menjawab.” (Muqaddimah Shahih Muslim, hal. 14)

Imam Malik berkata:

مَنْ أَجَابَ فِي مَسْأَلَةٍ فَلْيُعِدَّ لَهَا جَوَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Barangsiapa menjawab suatu masalah (fatwa), hendaklah ia mempersiapkan jawabannya di hadapan Alloh pada hari kiamat." (Jami’ Bayan Al-‘Ilm wa Fadhlih, 2/157).

Kesimpulan

Prinsip berilmu sebelum berucap dan beramal adalah kaidah besar dalam agama. Ia merupakan tuntunan Al-Qur’an, Sunnah, dan jalan para ulama. Amal tanpa ilmu bagaikan bangunan tanpa pondasi — cepat runtuh dan sia-sia. Seorang Muslim harus berusaha menuntut ilmu, memahaminya dengan benar, lalu mengamalkannya, sehingga ucapan dan perbuatannya diridhoi Alloh .

 

Komentar